Sudahkah Anda daftarkan blog Anda ke Blog Directory?
.

Antara Pacul dan Sempritan

Pacul dan Sempritan
Ini pilihan sulit. Saat nasib tergantang jalan buntu. Lapangan kerja makin menyusut, pengangguran bertambah tiap hari. Bicara kerja tak bisa dielak dari mentalitas. Sebuah pertanyaan mencuat. Seperti apa mentalitas angkatan kerja orang Indonesia? Di sebuah situs yang saya baca, Sartono Mukadi berkomentar. "Gampang saja, tak perlu repot dengan test psikologi", Menurut Sartono, sodorkan saja sebuah cangkul dan sebuah sempritan. Mintalah mereka untuk memilih, "Saya yakin sebagian besar di antara mereka memilih sempritan ketimbang pacul".

Kecut saya mesem. Tapi juga nyata sekali realita itu. Sebagian generasi kita lebih bangga menenteng sempritan di perempatan ketimbang memanggul pacul ke ladang dan sawah. Kerja menenteng pacul tak pernah dimimpi. Orang kerap bangga berangan duduk di belakang meja. Paling buruk, ya menenteng sempritan itu. Saya tak hendak menyalahkan peniup semprit. Jika memang tak ada lagi lahan mengais rezeki. Tetapi saya ingin mengatakan bahwa mengayunkan pacul di sawah dan ladang lebih jelas sebagai jalan mengurai nasib.

Menjadi petani bukan pilihan rendah. Itu bisa jadi pertanda syukur, kita hidup di negeri yang lahannya subur. Tanah lebar menghampar dibiarkan jengkar. Akhirnya kita tergagap saat tanah itu diserobot orang untuk hasil yang luar biasa. Jika sudah demikian, generasi kita menjadi kuli dan buruh di tanah sendiri.

Bicara mentalitas, musti diakui sebagian besar generasi kita masih bermimpi-mimpi jadi pegawai negeri. Maka tengok, pendaftaran CPNS membludak dikerubuti orang. PNS ladang kerja yang diidamkan. Bagi orang desa, itu pekerjaan yang sarat status dan gengsi. Terlebih saat negara menebar pe-sona CPNS secara kolosal. Meski ekonomi negara dikata morat marit, Badan Kepegawaian Negara tetap PeDe menjaring pegawai baru hingga 200-an ribu. Tak ayal, lebih dari 4,5 juta peserta kejar peluang. Itu artinya hampir se-paruh angkatan kerja Indonesia memburu kursi pegawai negeri. Padahal untuk mengasuh para birokrat dan kader birokrat yang telah ada saja, konon negara harus menyisihkan 80 % APBN.

Secara nalar, rekruitmen pegawai negeri super kolosal ini sangat beresiko. Risiko pertama, beban negara pasti naik, ini belum termasuk target menaikan gaji pegawai lama yang sudah lebih dari 3 juta orang. Risiko kedua akan terjadi overstock cadangan abdi negara. Padahal beberapa waktu lalu, salah seorang mantan menteri pernah mengatakan lebih dari 53 % PNS masih makan 'gaji buta'.

Termasuk golongan ini adalah para pegawai yang tidak dapat bekerja profesional. Tak becus karena penempatan yang tidak pas, jenjang karir yang urut kacang, dll. Risiko ketiga, dan ini paling berbahaya adalah tumbuhnya benih-benih kema-lasan, dan mental menak pada sebagian besar kalangan masyarakat kita. Risiko ketiga ini sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Mental ngamenak menjadi virus yang menjalar di semua lini. Di kalangan rakyat jelata, mental juragan itu bukan berarti langka, bahkan tumbuh subur di mana-mana.

Tengok saja di pedesaan, jika banyak ladang dan tegalan mangkrak, itu bukan karena hilangnya jatah benih dan pupuk untuk diolah, melainkan karena kurangnya tenaga penggarap. Para petani banyak yang alih profesi. Mencari petani muda, gagah dan bertenaga besar, semakin sulit. Ini persis dialami oleh ayah saya yang menjadi petani di wilayah selatan Brebes. Anak-anak muda di desa, kini lebih senang nongkrong di gardu ronda, dibanding turun menenteng pacul ke petak-petak sawah. Gengsi jadi petani, begitulah faktanya. Maka jangan heran, bila urban tiap tahun terus meningkat. Para pemuda desa lebih senang merantau ke kota, tak peduli di kota cuma jadi pemulung sampah atau kuli bangunan.

Problem ini serius. Namun kita kerap menganggapnya enteng. Mental priyayi yang menjungkalkan kegairahan hidup. Gaya priyayi yang sarat gengsi hari-hari butuh pengakuan. Generasi kita pengecut melawan terik matahari. Generasi kita terpuruk dilumat kegamangan nasib yang tak menentu oleh pilihan hidupnya sendiri. Kita miskin teladan layaknya Jepang hentakkan tekad rakyatnya. Kita terbelenggu jadi bangsa pemimpi bertopeng priyayi.

Ketika para pemimpin lalai dengan visi pembangunannya, rakyat terjerat prilaku priyayi mereka yang tak kreatif merumuskan solusi. Kita berlomba-lomba mengejar status PNS, sementara isi bumi dibiarkan dikoyak-koyak bangsa asing. Dan kita cukup senang menerima recehan. Masalahnya, hanya karena kita malu memanggul pacul. Sementara mental generasi telah ditatar sebatas meniup sempritan. ***

-------------------------------------------------------
source: artikel Republika
(Kusnandar)


====================================================

Become a Recognized Authority in Your Field - in 60 Days or

You don't have to be rock-star famous before you are recognized as an authority in your field. You just have to begin to get the word out. Your goal is to be the person that people think of when your field is mentioned. At first, that may happen only locally, but take heart. Start where you are, with what you have, and you'll light a spark that could eventually become a firestorm of publicity. Maybe you offer a workshop at your office, church, or community center. Get it in the community calendars, from newspapers to cable television.

Call up your local news stations, and offer yourself as the subject of an interview. One listing or call at a time, you'll begin to make a name for yourself. When you have an event coming up, call your local news stations and offer to interview on their early morning or noontime talk shows. Prepare for your interview by identifying two or three main points you want to make about your subject. Take a blank videocassette to record the show. Then, you can send the recording as an audition tape to a station with a wider audience.

Contribute to public discussions. Write letters to the editors of newspapers and magazines whenever they cover stories in your field. You may offer an alternate viewpoint or simply compliment them on a well-written article. The more people see your name in connection with your subject, the more they'll recognize you as an authority in your field. You can take this strategy to the Web, too. Do you have a blog that allows you to share your thoughts and expertise on a daily basis? If not, that's one place to begin. It's quick, fun, and makes you available on the Web. If you already have a Web page, make it a habit to visit message boards in your field and post your link, along with your opinions.

Begin today to put these strategies into practice, and before the next 60 days are through, you'll have a steadily growing number of people who recognize you as the authority in your field. ***

---------------------------------------------------------
by Matt Bacak

Jangan Lupa Share Artikel Ini Ya...?
Bagikan artikel ini ke temanmu melalui "SosMed" kamu di bawah ini:


Comments :

0 komentar to “Antara Pacul dan Sempritan”

Post a Comment

>>
Setiap komentar yang Anda berikan sangat kami hargai. Terlebih komentar yang bersifat membangun dan bermanfaat bagi pembaca yang lain. Setiap komentar yang masuk akan kami lihat terlebih dahulu sebelum ditayangkan untuk menjaga komentar yang bersifat SPAM, cabul, promosi link / produk atau segala hal yang bersifat fitnah dan tidak sesuai dengan misi situs ini.

Silahkan tulis komentar Anda pada kolom di bawah ini.
Panjang komentar tidak dibatasi. Komentar bisa berisi pendapat, pengalaman pribadi, opini publik dan sebagainya.

Terima kasih sebelumnya atas komentar yang Anda berikan. :)
.

New Expert Authors

# dr. R. Agusti Sp.PD-KGEH
Seorang dokter spesialis Gastroenterologi-Hepatologi pada beberapa Rumah Sakit swasta di Tangerang. Pembicara di berbagai seminar, terutama pada masalah penyakit Gastroenterologi-Hepatologi.

# Johan Suhardi
Anggota Kadin dan juga seorang Pembicara Motivasi. Suka menulis dan memegang beberapa perusahaan Consumer Goods di Batam dan Jakarta.

# M. Supriyadi, SE
Accounting Manager PT. Samudra Berdikari Jaya, Jakarta. Menulis beberapa artikel di beberapa surat kabar Ibu kota. Tergabung dalam klub kesehatan Sehati Club Tanggerang.

# Drs. Julian M. Toha
Pengamat Politik Timur Tengah. Mengisi siaran pada salah satu radio swasta di Surabaya. Penulis Buku "Dari Gaza, Sebuah Suara Pilu" ini hobi bonsai dan koleksi jam kuno.

# Ir. Wijayanto Dahlan
Chief Engineer pada PT. Perkasa Dean Steel, Batam. Lulusan ITB ini juga aktif di Club Paralayang dan memiliki hobi memancing. Pernah diundang menjadi pembicara di beberapa seminar di Singapore.

# Jumadi Suryo
Seorang Internet Marketer dan SEO. Memiliki Blog yang pernah direlease di majalah The Comp, Canada. Sekarang staff pengajar di beberapa lembaga kursus Internasional di Jakarta.

# Timya Gayatri, SH.
Seorang pengacara perempuan dan pengamat hukum Internasional. Menulis banyak artikel di beberapa majalah hukum luar negeri. Sekarang sebagai "dosen terbang" di salah satu Perguruan Tinggi di Australia.

# Robert Jayadi
Seorang pengusaha bisnis waralaba. Terhimpun dalam organisasi Franchise Asia yang berpusat di Singapore. Menulis banyak artikel tentang dunia franchise dan permasalahannya. Seorang pengusaha sukses.

Anda Punya Blog...?

Pasang Logo IndexArticles.com di blog Anda. Silahkan klik tombol ''Highlight All'' dan copy-paste-kan code html di dalamnya di blog Anda.


Here's what the logo looks like:
 

Copyright © 2009 by: www.IndexArticles.com

Proudly Powered by: Blogger
Designed by blogtemplate4u.com | Blogspot Tutorial